Senin, 25 Februari 2013

Mencoba hidroponik seri 2

Kalau yang lalu saya mencoba hidroponik dengan system yang paling sederhana yaitu hidroponik pakai sumbu dengan media botol bekas dan jerigen bekas, dari percobaan yang lalu saya simpulkan bahwa nilai plusnya :
-        Pertumbuhan tanaman relative bagus
-        Tidak merepotkan, karena penambahan air nutrisi bisa sekali seminggu
-        Tidak memerlukan aliran listrik, karena air dipasok melalui sumbu
-        Hemat biaya
-        Mudah dipraktekkan
Tapi kekurangannya ada juga :
-        Tampilan kurang rapi
-        Untuk yang menggunakan botol bekas, biasanya sering ambruk karena botol tidak bisa menopang setelah tanaman besar. Hal ini terjadi karena lebih berat tanamannya daripada botolnya. Dan ketika ambruk biasanya nutrisi ikut tumpah.
-        Air nutrisi berlumut sehingga botol harus dicat dengan warna gelap. 

Nah, dari pengalaman diatas saya jadi tertantang mencoba hidroponik system yang lain. Dan sekarang ini saya kepingin mencoba yang sedikit lebih ribet. Saya nggak mau bilang lebih canggih karena setelah saya pikir – pikir hidroponik itu nggak susah kok. Dan kali ini saya mau mencoba hidroponik yang pakai air mengalir. Jadi disini diperlukan wadah yang bisa untuk media penanaman dan juga sebagai wadah untuk aliran air. Prinsip kerjanya akar tanaman akan menyerap nutrisi melalui akar yang menyentuh larutan nutrisi yang dialirkan. Aliran air nutrisi dialirkan sesuai dengan waktu yang kita tentukan, misalnya setiap 1 jam mengalir selama 10 menit. Untuk itu dibutuhkan timer. Konsekuensi dari hobi ini tentunya dibutuhkan dana lebih besar daripada hidroponik yang saya lakukan sebelumnya. Biaya yang cukup lumayan ya untuk pembelian pompa air, pipa paralon dan timer. Untuk hidroponik ini yang saya perlukan adalah :
-        Pipa paralon ukuran 2,5”
-        Pompa air untuk akuarium
-        Timer untu mengatur waktu
-        Gelas plastic
-        Rockwool/arang sekam
-        Ember penampung air nutrisi.
-        Nutrisi hidroponik.

Untuk percobaan kali ini saya menanam sawi, pakcoy dan selada dalam 1 rangkaian instalasi hidroponik. Untuk hasil saya belum tau karena baru saja mencoba. Harapannya sih pertumbuhan tanaman akan bagus, nggak perlu repot nyiram dan kelihatan lebih rapi.

Untuk melihat penampakannya seperti gambar dibawah.

Pipa paralon saat proses pelubangan



Pipa paralon yang sudah dirangkai dan contoh tanaman yang saya tanam

Selasa, 12 Februari 2013

Edisi Khusus Cabai (1) : Cabai Habanero


Saya termasuk cabai lover. Dalam kebutuhan makan sehari – hari tidak bisa terlepas dengan yang namanya cabai. Makan harus ada sambal, makan gorengan harus ada lalapan Lombok/cabai, masak sayur terasa hambar tanpa cabai apalagi kalau masak Indomie (bukan iklan lho ya) kalau nggak banyak cabainya rasanya kok kurang “nendang”.
Nah dari baca – baca di internet ternyata kok cabai itu jenisnya macam – macam. Dulu saya berpikir bahwa cabai yang paling pedas adalah cabai rawit hijua. Eeee..sekalinya masih ada beberapa jenis cabai yang jauh lebih pedas daripada cabai rawit andalan saya. Salah satunya ya cabai habanero ini. Meskipun bukan cabai terpedas, akan tetapi sesuai literature yang saya baca cabai ini memiliki tingkat kepedasan yang cukup pedas yaitu 100,000-350,000 SHU (Scoville Heat Unit) atau beberapa kali lipat cabai rawit hijau yang tingkat kepedasannya hanya sekitar 60,000-80,000 SHU. Makanya saya sempat berpikir mungkin nanti kalau masak Indomie yang biasanya perlu cabai rawit 15 biji, kalau dengan cabai ini mungkin Cuma perlu 1 atau 2 biji saja (menghayal.com)
Kembali ke inti artikel, saya tanam cabai ini karena kebetulan dari beberapa jenis benih yang saya tanam ya Cuma cabai habanero ini yang mau tumbuh. Padahal waktu beli benih ada beberapa macam. Tapi berhubung cara penyemaiannya sembrono akhirnya yang hidup Cuma si Habanero yang berwarna coklat tumbuh 2 bibit dan Habanero merah tumbuh 9 bibit. Dari 11 pohon inipun pertumbuhannya juga berbeda – beda karena masing – masing pohon dalam pertumbuhannya penuh dengan cobaan yaitu terserang hama. Tapi dengan modal bawang putih dan tembakau Alhamdulillah hamanya hilang (nggak tau ngacir atau mati). Dengan terseok – seoknya pertumbuhan akhirnya cabaiku berbunga juga, bahkan ada yang sudah mulai menjadi buah. Mudah – mudahan bunganya tidak pada rontok dan buah yang sudah jadipun juga tidak diserang lalat buah.
Mau lihat penampakannya? Lihat di bawah nih..

Awal pertumbuhan









Gambar2 setelah pindah pot




Pertumbuhan lumayan cepat, sayang ada yang kena penyakit. Tapi sekarang udah OK



Habaneroku sudah mulai muncul bunga dan pentil buah


Buah sudah bergelantungan

Habanero Orange dan Habanero Coklat sudah mulai menunjukkan warnanya







Senin, 11 Februari 2013

Weleh..sekaline tomatku cilik2...

Weleh..tomatku sekaline cilik2, tomat opo yo iki...Itulah kata kata yang bisa kuucapkan setelah melihat tomat yang kutanam mulai memerah. Mungkin ini akibat dari tidak selektifnya saya dalam menentukan benih yang akan ditanam. Yang lalu saya memang tidak terlalu pusing tentang kualitas benih, pokoknya yang penting tanam karena berlandaskan rasa cinta tanaman saja. Untuk ke depan mungkin saya harus menambahkan factor kualitas dalam pemilihan bibit daripada sesal kemudian tidak berguna.
 Mungkin ada dari teman teman pembaca yang tau ini jenis tomat apa. Karena saya sendiri juga bingung, kalau tomat cherry rasanya kok gak mungkin karena benihnya murah. Tapi kalau bukan tomat cherry, buahnya kok kecil - kecil cuma sebesar kelereng.
Tapi baidewe, anakku sangat suka makan tomat ini..yah..setidak - tidaknya biar kecil tapi masih bermanfaat.
Langsung saja ke penampakannya bisa dilihat dibawah.









Gambar tomatku saat masih putih, merah sampai pemanenan.